banner 728x250

Berkas Dilimpahkan, Ferry Tanaya Segera Duduk di Kursi Pesakitan

  • Bagikan
Ferry Tanaya, tersangka dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan PLTG. (FOTO: ISTIMEWA)
banner 468x60

Berkas Dilimpahkan, Ferry Tanaya Segera Duduk di Kursi Pesakitan

AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Ferry Tanaya, tersangka dugaan korupsi pembelian lahan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) tahun 2016 di Namlea, kabupaten Buru, Maluku bakal segera duduk di kursi pesakitan alias diadili.

Kepastian Ferry Tanaya akan segera menjalani proses persidangan di pengadilan setelah berkas perkaranya dilimpahkan jaksa penuntut umum ke Pengadilan Tipikor Ambon, Rabu (28/4/2021). 

“Ya, sudah dilimpahkan ke Pengadilan, hari ini,” kata Kasipenkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Sammy Sapulette.

Ferry Tanaya diserahkan penyidik beserta barang bukti ke Kejati Maluku, Senin (26/4/2021) bersama mantan Kepala Seksi Pengukuran Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten BuruAbdul Gafur Laitupa yang ikut terlibat dalam kasus tersebut.

Usai menjalani pemeriksaan, keduanya digiring ke Rutan Kelas II A Ambon untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan.

Untuk diketahui berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, dalam kasus ini negara dirugikan sebesar Rp 6.081.722.920.

Kerugian negara itu terjadi dalam jual beli lahan untuk PLTG, ditengarai akibat kecerobohan Ferry Tanaya, dan Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu dijual oleh Ferry Tanaya kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara, untuk pembangunan PLTMG 10 MV. Indikasinya terjadi penggelembungan harga lahan.

Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp 36.000 meter persegi. Tapi, diduga terjadi kongkalikong antara oknum PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara, juga oknum BPN kabupaten Butu pada pembelian lahan tersebut.

Diduga terjadi markup atau harga lahan itu didongkrak naik menjadi Rp 131.600 per meter. Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk NJOP sebenarnya, harga lahan yang wajib dibayar oleh PT PLN hanya senilai Rp 1.751.238.000.

Indikasi ketentuan NJOP ini diabaikan alias tidak dipakai sepenuhnya dalam proses pembelian lahan tersebut.

Kejati Maluku secara tegas mengatakan Ferry Tanaya tidak memiliki hak menerima ganti rugi pada bidang tanah di kawasan tersebut, mengingat status tanah itu adalah tanah erfpacht dengan pemegang hak (alm) Zadrach Wakano.

Pemegang hak atas nama Zadrach Wakano telah meninggal dunia pada tahun 1981 yang selanjutnya pada  tahun 1985 di buat transaksi oleh ahli waris dari Z Wakano kepada Ferry Tanaya.

Sesuai ketentuan undang-undang, tanah erfpacht tidak bisa dipindah tangankan baik kepada ahli waris atau pihak lain. Setelah  pemegang hak meninggal maka selesai sudah hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negara. (DNI)

  • Bagikan