BULA, SENTRALTIMUR.COM – Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup menggelar Konsultasi Publik II Penyusunan Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2023-2043.
Konsultasi publik berlangsung di kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) SBT, Senin (15/1/2024).
Plt Kepala DLH SBT Ilham Hoedrawi menjelaskan konsultasi publik digelar sebagai bagian dari rangkaian proses dalam penyusunan KLHS revisi RTRW SBT tahun 2023-2043.
KLHS merupakan suatu proses penyusunan dokumen yang menjamin semua rencana kebijakan pembangunan yang tertuang dalam RTRW sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).“Ada dampak sosial, ada dampak ekonomi, ada dampak lingkungan hidup dari semua proses pembangunan akan menimbulkan dampak,” jelas Hoedrawi.
KLHS didasari pada beberapa regulasi yang ditetapkan bahwa itu wajib hukumnya dibuat KLHS untuk dokumen-dokumen perencanaan baik RPJP, RPJM dan juga RTRW.
Rangkaian proses penyusunan KLHS revisi RTRW SBT tahun 2023-2043 dimulai dengan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar beberapa bulan lalu. Dilanjutkan dengan konsultasi publik pertama yang berlangsung belum lama ini.
“Hari ini merupakan pertemuan ketiga kita dari tim penyusun KLHS RTRW. Pertama tentunya fokus grup discussion terarah, kemudian konsultasi publik pertama hampir setengah bulan yang lalu, hari ini kita konsultasi publik yang kedua,” jelasnya.
Melalui konsultasi publik kedua ini, diharapkan adanya penyempurnaan masukkan dari semua stakeholder yang hadir meliputi Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Pertanian, Kehutanan, Perikanan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Penyusunan dokumen KLHS ini penting mendapatkan masukan dari semua pengambil kebijakan terkait demi kesempurnaan. “Semua sisi, aspek yang menjadi pertimbangan-pertimbangan kajian dan tujuan pembangunan berkelanjutan hari ini berupaya semaksimal mungkin mendapatkan masukan dari semua pengambil kebijakan,” ujarnya.
Hoedrawi menerangkan penyempurnaan KLHS revisi RTRW sangat penting karena menyangkut rencana pembangunan selama 20 tahun. Penyusunan RTRW lanjutnya, tidak boleh terdapat kesalahan atau kekurangan karena butuh waktu selama lima tahun untuk bisa melakukan perubahan.
Dia mencontohkan Ibu kota Hunimua yang tertuang dalam RTRW SBT yang lama tahun 2010-2030 sebagai rencana Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), namun pada RTRW yang baru tidak lagi ada. Hal ini menyusul keluarnya regulasi yang mengatur tentang penetapan rencana Pusat Kegiatan Wilayah di mana dasarnya sudah dalam bentuk pemukiman yang setara kota.
“Dalam RTRW kabupaten yang lama, RTRW 2010-2030 itu ditetapkan sebagai rencana Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dalam struktur kota, namun di dalam revisi tata ruang yang baru itu tidak muncul karena provinsi sudah mengeluarkan regulasi sehingga RTRW Provinsi tidak lagi menyebutkan Hunimua sebagai rencana PKW. Rencana PKW itu artinya pembangunannya dilakukan secara intensif menjadi pusat kegiatan wilayah kemudian menjadi sentra pusat-pusat pembangunan berkelanjutan,” jelasnya. (ADI)
Ikuti berita sentraltimur.com di Google News