AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Dua pejabat Politeknik Negeri Ambon divonis masing-masing satu tahun penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon.
Kedua terdakwa, Wilma Anggliani Ferdinandus dan Christina Siwalette divonis bersalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) untuk belanja barang dan jasa pada Politeknik Negeri Ambon tahun anggaran 2022.
Dua wanita itu merupakan pejabat pembuat komitmen dalam penggunaan anggaran DIPA. Vonis dibacakan hakim ketua Wilson Sriver didampingi Agustina Lamabelawa dan Agus Hairullah di Pengadilan Tipikor Ambon, Jumat (9/8/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap kedua terdakwa masing-masing, terdakwa Wilma Anggliani Ferdinandus dan Christina Siwalette dengan pidana penjara selama 1 tahun,” kata hakim.
Terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider enam bulan penjara. “Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujarnya.
Perbuatan kedua terdakwa telah melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 Ayat (1) Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat ke 1 KUHPidana.
JPU dan terdakwa yang didampingi kuasa hukum Peni Tupan dan Dino Huliselan menyatakan pikir piker atas putusan hakim.
Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta majelis hakim menghukum kedua terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan serta denda Rp 50 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kedua pejabat Poltek Ambon itu duduk di kursi pesakitan karena terlibat korupsi anggaran DIPA Poltek Ambon tahun anggaran 2022 senilai Rp 72.701.339.000. Anggaran itu bersumber dari APBN Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebesar Rp 61.976.517.000 dan Pendapatan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 10.724.822.000.
Dari total anggaran tersebut sebanyak Rp 25,4 miliar dialokasikan untuk kegiatan belanja barang dan operasional lainnya. Sedangkan untuk belanja modal berupa belanja sarana prasarana pembelajaran dan belanja sarana pendukung pembelajaran sebesar Rp 8,28 miliar. Namun dalam realisasi proyek ternyata ada indikasi korupsi menyebabkan kerugian keuangan negara. (MAN)
Ikuti berita sentraltimur.com di Google News