AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku menegaskan operasional Lembaga Kursus Dan Pelatihan (LKP Penerbangan Berdika Pura Nusantara (BPN) Maluku, ilegal.
BPN Maluku didirikan 18 Oktober 2012 berada di bawah naungan Yayasan Berdika Pura Nusantara Maluku Flight.
Penegasan penyidik Ditreskrimsus sekaligus mematahkan klaim Ketua Yayasan Martin F. Pantolosang yang menyebutkan status BPN sah dan tidak membutuhkan izin dari Kementerian Perhubungan.
“Sejumlah bukti terkait penyelenggaraan jasa pendidikan dari LKP BPN tidak sesuai standar dan ketentuan sudah kami kantongi. Dua alat bukti sudah ada malah lebih,” kata Direkrimsus Polda Maluku Kombes Pol Eko Santoso melalui penyidik Edi Tetelepta, Senin (21/6/2021).
Selangkah lagi, penyidik akan mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus tersebut. Dia membeberkan sejumlah aturan yang dilanggar LKP BPN Maluku.
Menurutnya, jasa pendidikan berstatus lembaga harusnya mengeluarkan sertifikat untuk siswa yang mengemban ilmu di BPN Maluku.
Namun yang terjadi, LKP BPN justru mengeluarkan ijazah seperti lembaga pendidikan (sekolah) formal yang terdaftar di Kemendikbud.
“Ijazah hanya diperuntukan untuk pendidikan formal bukan jasa pelatihan dan kursus. Dokumen yang mereka punya SITU dan SIUP. Ini makin jelas lagi karena SITU SIUP menunjukan lembaga ini sebagai pelaku usaha,” ujarnya.
Selain itu LKP BPN juga tidak memiliki izin Disdiknas terkait akreditas terukur 8 standar kompentensi dan juga tidak dimiliki lembaga yang mengekuarkan ijazah sebagai bukti kelulusan.
Sejumlah siswa termakan janji dari LKP BPN Maluku merasa ditipu. Penyidik telah memeriksa 14 siswa sebagai saksi. Mereka mengaku membayar sejumlah uang untuk mengikuti kelas eksklusif di lembaga tersebut dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan.
“Siswa angkatan 16 yang belajar dilembaga ini ditawari kelas eksklusif, membayar biaya tambahan Rp 40 juta dan dijanjikan dipekerjakan di kawasan bandara serta memiliki lisensi,” kata Edi.
Setelah membayar Rp 40 juta, mereka justru diberangkatkan ke Surabaya, Jawa Timur dan dipekerjakan di gudang. Lebih menyedihkan, mereka tidak digaji selama 5 bulan.
“Selama 5 bulan kerja mereka tidak digaji, biaya tiket dan rapid pun ditanggung sendiri,” pungkasnya.
Setelah kasus ini dinaikan dari penyelidikan ke tahap penyidikan, penyidik menggeledah kantor LKP BPN.
Penyidik menyita barang bukti berupa computer, printer, kwitansi pembayaran, buku registrasi angkatan 16, brosur (promosi) siswa baru, dan seragam yang didentik dengan seragam pilot.
“Pengeledahan sudah dilakukan pada 10 juni lalu dipimpin Kompol Marsena bersama tim Subdit 4. Sejumlah barang bukti kita sita untuk memperkuat penyidikan,” ujar Edi. (DNI)