AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku telah menetapkan dua tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Dinas Kesehatan Kabupaten Buru.
Proyek Alkes ini merupakan penunjang medis fasilitas pelayanan kesehatan mini central oxygen system dianggarkan tahun 2021.
Kedua tersangka adalah Djumadi Sukadi selaku mantan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan serta Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-OPD) Dinas Kesehatan (Dinkes) Buru. Dan Direktur CV Sani Medika Jaya, Atok Suwarto. Dua tersangka ini telah dijebloskan di Rutan Polda Maluku pada awal Oktober 2024.
Anggaran pengadaan alkes tahun anggaran 2021 sebesar Rp9 miliar. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Maluku menemukan total keseluruhan kerugian negara sebesar Rp3,2 miliar, dan setelah dipotong pajak kerugian bersih mencapai Rp2,8 miliar.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diminta proses penyidikan tidak berhenti hanya pada penetapan dua tersangka tersebut. “Jika penyidikan dikembangkan, penyidik dapat menemukan ada pihak lain yang ikut terlibat dalam kasus ini,” ujar sumber sentraltimur.com di lingkungan Pemerintah Kabupaten Buru melalui telepon, Rabu (30/10/2024).
Dia berharap penyidik tidak tebang pilih dalam penegakan hukum khususnya penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Alkes di Dinas Kesehatan Buru.
ASN Pemkab Buru ini mengungkapkan dugaan penyalahgunaan anggaran pengadaan Alkes juga melibatkan mantan Kepala Dinas Kesehatan Buru, Ismail Umasugi. Ismail merupakan adik kandung eks bupati Buru dua periode Ramli Umasugi.
Dia membeberkan dalam proyek pengadaan Alkes tahun anggaran 2021, Ismail Umasugi juga selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). “Umumnya PPK didelegasikan ke kepala bidang. Boleh saja dia (Ismail) sebagai kepala dinas merangkap PPK. Tapi tentu beban kerja dan tanggung jawabnya semakin besar,” jelasnya.
Sebagai PPK, melekat padanya sejumlah kewenangan, di antaranya menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS), menandatangani kontrak kerja dan menyetujui pencairan anggaran proyek.
Menurutnya penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh penyedia barang dan jasa. Apabila HPS yang ditetapkan terlalu rendah akan semakin besar kemungkinan pengadaan mengalami kegagalan karena semua penawaran penyedia berada di atas HPS atau bahkan tidak ada penyedia barang dan jasa yang berminat untuk mengikuti lelang pengadaan. “Karena dianggap harga yang ditawarkan hanya sedikit memberikan keuntungan bagi penyedia,” jelasnya.
Namun apabila HPS yang ditetapkan terlalu tinggi akan menimbulkan potensi kerugian negara yang berupa tuduhan penggelembungan harga atau mark up dan dianggap telah terjadi persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia barang apabila HPS yang ditetapkan melebihi harga pasar tanpa ada penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Korupsi pada pengadaan Alkes dilakukan berjamaah, bukan satu atau dua orang. Dari modus korupsi yang dilakukan dan alur pencairan anggaran yang dimanipulasi oleh tersangka, tidak mungkin penyidik tidak menemukan indikasi keterlibatan Ismail yang berwenang menyetujui pencairan anggaran Alkes. Atau mungkin saja penyidik terindikasi melindungi Ismail dari jerat hukum,” kata dia menduga.
Dia berharap penyidik tidak menutupi peran Ismail dalam kasus tersebut. “Korupsi Alkes terjadi karena persekongkolan tersangka dengan Ismail selaku kepala Dinas Kesehatan Buru saat itu. Karena itu penyidik harus transparan, jangan tebang pilih dalam penegakan hukum,” ujarnya mengingatkan.
Sekadar mengingatkan, Ismail Umasugi sempat membuat heboh publik saat menyatakan mundur dari jabatan Kepala Dinas Kesehatan Buru. Keputusan mundur lantaran kecewa dengan Djalaludin Salampessy yang saat itu sebagai Penjabat Bupati Buru, pasca purna tugas Ramli Umasugi selaku bupati.
Kala itu Ismail protes, Djalaludin telah menuding serta memfitnah kakaknya, Ramli Umasugi sebagai dalang dibalik aksi unjukrasa saat kunjungan Gubernur Maluku Murad Ismail di Pelabuhan Merah Putih, Namlea, Buru pada 9 Juli 2022.
Sebelumnya diberitakan penetapan tersangka pengadaan Alkes di Dinas Kesehatan Buru disampaikan Direktur Reskrimsus Polda Maluku, Kombes Pol. Hujra Soumena, Rabu (9/10/2024).
Djumadi Sukadi dan Atok Suwarto menyandang status tersangka setelah penyidik mengantongi sejumlah alat bukti. “Ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka Djumadi. Dia melakukan proses pencairan anggaran pengadaan Alkes tidak sesuai ketentuan dan dibantu oleh tersangka Atok mendistribusikan anggaran tersebut untuk kepentingan pribadi,” ungkap Hujra saat itu.
Hujra membeberkan modus korupsi yang dilakukan tersangka. Djumadi membuat dan menandatangani surat permintaan pembayaran, berita acara pembayaran, berita acara pemeriksaan pekerjaan, dan berita acara serah terima pekerjaan atas nama Setiyono, selaku Direktur PT Sani Tiara Prima.

Djumadi juga menandatangani kwitansi atas nama Al Akbar Agil Nugraha Permana Suwarto, Direktur CV Sani Medika Jaya tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. “(Contohnya) pemenang tender itu si A (PT Sani Tiara Prima), tetapi sebagian uang itu dibayarkan kepada penyedia jasa si B (CV Sani Medika Jaya),” jelasnya.
Djumadi selanjutnya memerintahkan Atok mendistribusikan uang kepada pihak-pihak yang tidak terkait dengan pengadaan mini central oxygen system yang diterima dalam rekening CV. Sani Medika Jaya sejumlah Rp2.869.690.889.
Djumadi juga menggunakan uang pembayaran pengadaan Alkes tersebut untuk kepentingan pribadi Atok selaku pemilik perusahaan yang tidak memenangkan tender.
Penyidik telah menyita uang tunai dari aliran dana Atok ke beberapa penerima rekening. “Uang-uang ini pada pemilik rekening tersebut, mereka bersedia mengembalikan ke negara dan kami melakukan penyitaan,” jelas Hujra.
Kedua tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 KUHPidana.
“Setelah ditetapkan sebagai tersangka, kita lanjutkan dengan penahanan selama 20 hari ke depan,” kata Hujra. (ADI)
Ikuti berita sentraltimur.com di Google News