Oleh: Arista Junaidi
Direktur Rispek Indo Strategi (RIS), Lembaga Survey dan Konsultan. Magister Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia
KOMISI II DPR bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP telah menyepakati jadwal pelantikan kepala daerah yang tak bersengketa di Mahkamah Konstitusi pada 6 Februari 2025.
Pelantikan secara serentak untuk gubernur-wakil gubernur, maupun bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota oleh Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta.
Sembari menunggu pelantikan, kami memberikan sedikit catatan kritis kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku terpilih, Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath agar terus tancap gas bekerja untuk memajukan Maluku, sesuai tagline LAWAMENA, Par Maluku Pung Bae.
Sejak ditetapkan sebagai pemenang hasil Pilkada Maluku, 27 November 2024 oleh KPU Provinsi Maluku, Hendrik-Vanath langsung sowan, silaturahmi dengan pelbagai instansi strategis guna keperluan pembangunan Maluku. Hendrik bahkan telah bertemu Arsyad Rasyid saat masih menjabat Ketua Umum KADIN Indonesia untuk membicarakan peluang investasi di Maluku. Hendrik-Vanath juga telah bertemu sejumlah Menteri di Kabinet Merah Putih untuk mengusulkan program prioritas yang akan dilakukan dalam periodisasi lima tahun kedepan.
Hendrik-Vanath memang harus gerak cepat. Tak boleh bersantai menunggu jadwal pelantikan. Sebab, ada banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Salah satunya mendorong investor masuk ke Maluku mengelola sumber daya alam agar berdampak pada penyerapan tenaga kerja.
Problem terbesar Maluku dari beberapa periodisasi kebelakang adalah soal kemiskinan dan pengangguran. Dua hal ini yang belum mampu teratasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Maret 2024, mengkonfirmasi Maluku berada di peringkat ke 8 provinsi termiskin di Indonesia, dibawahnya ada Maluku Utara.
Beruntung, provinsi Papua mengalami pemekaran menjadi beberapa wilayah; Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, sehingga posisi Maluku terdongkrak dari urutan ke 4 menjadi ke 8 provinsi termiskin di Indonesia. Di mana, 16,05% atau 297.680 rakyat Maluku masuk dalam kategori miskin. Populasi kemiskinan terbesar ada di Perdesaan, 24.43%, sedangkan di Perkotaan hanya 5.14%, total 29,57%.
Sejak rezim pemerintahan Murad Ismail-Barnabas Orno, persentase kemiskinan di Maluku mengalami pasang surut (fluktuatif). Di awal pelantikan mereka sebagai gubernur dan wakil gubernur, tahun 2019 kemiskinan di Maluku pada angka 17.69% atau 317.690, turun 0.25% pada tahun 2020 menjadi 17.44% (318,190). Tahun 2021 mengalami kenaikan 17,87% (321.810) atau 0.43%. Tahun 2022, terjadi penurunan satu digit yakni 1,09% atau 15.97% (290.570). Tahun 2023 kembali naik 0,45% atau 16,42% (301.610). Dan tahun 2024, turun 0.73% atau 16.05% (297.680).
Secara keseluruhan, lima tahun kepemimpinan Murad-Orno mampu menurunkan persentase kemiskinan per tahun (Yoy) pada kategori stagnan (artinya tidak memiliki dampak signifikan pada posisi kemiskinan di Maluku tingkat nasional), terjadi penurunan angka kemiskinan terbesar pada tahun 2022 sebanyak 1,09%. Memang ada force majeure, berupa musibah gempa bumi yang menyebabkan terjadinya pengungsian warga selama tahun 2019 di wilayah Seram Bagian Barat dan Maluku Tengah.
Diikuti pandemi Covid-19 tahun 2020, membuat Pemda Maluku harus refocusing APBD untuk menangani gempa bumi dan Covid-19 selama tahun 2019-2022. Namun selepas dua musibah tersebut, tahun 2022-2024 persentase kemiskinan di Maluku juga tak kunjung membaik.
Tanggung jawab Hendrik-Vanath adalah mampu menggerek kemiskinan dan pengangguran di Maluku pada level yang lebih baik. Maluku mesti keluar dari zona merah kemiskinan, caranya harus tercipta lapangan kerja seluas-luasnya untuk masyarakat Maluku.
Untuk melampaui kerja pemerintahan Murad- Orno, setidaknya Hendrik-Vanath harus mampu menurunkan angka kemiskinan di Maluku minimal pada angka 1.00%-2.00% secara konsisten per tahun (yoy). Ini challenge yang tidak ringan bagi Pemerintahan Lawamena.
Realisasi Sapta Cipta LAWAMENA
Hendrik-Vanath telah mampu mengambil hati mayoritas pemilih di Maluku dengan persentase perolehan 47.40% atau 437.379 suara, hasil penetapan KPU Maluku, 9 Desember 2024.
LAWAMENA muncul sebagai antitesa dari kegagalan kerja Murad-Orno merealisasikan visi misinya. Kepercayaan besar masyarakat ini harus dibalas tuntas oleh Hendrik-Vanath, merealisasikan janji kampanye, yang terangkum dalam Sapta Cita (tujuh cita).
Visi LAWAMENA adalah; Transformasi Maluku menuju Maluku yang maju, adil dan sejahtera, menyongsong Indonesia Emas 2045.
Visi Lawamena ini, hemat saya bertumpu pada Keadilan dan Kesejahteraan. Tanpa keadilan dan kesejahteraan, mustahil akan tercipta kemajuan. Banyak negara maju meletakan keadilan sebagai fondasi awal (fundamental value) untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan.
Keadilan yang dimaksud adalah berpusat pada penegakan hukum (rule of law) yang baik, transparan dan tidak tebang pilih. Manajemen birokrasi yang berorientasi good and clean government. Distribusi pejabat publik yang profesional, berkualitas dan jauh dari praktik KKN.
Penerapan kebijakan politik yang pro masyarakat miskin (pro poor) atau public interest. Pembangunan pendidikan yang merata. Pengelolaan sumber daya alam yang adil antara keberlanjutan lingkungan, kesejahteraan sosial, dan kepentingan ekonomi (people, planet, profit), merujuk pada teori lingkungan 3P oleh John Elkington (1994).
Dalam pendekatan teori pembangunan, setidaknya ada dua paradigma pembangunan ekonomi yang terkenal; Paradigma pertumbuhan ekonomi (economy growth) Adam Smith (bapak ekonomi liberal, 1729-1790), yang menyatakan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui sistem ekonomi liberal, tanpa campur tangan pemerintah. Teori ini bertumpu pada mekanisme pasar bebas (free market) yang bercorak kapitalisme.
Dan paradigma pemerataan pembangunan (equal development), yang berpijak pada keadilan pembangunan antara kota (central) dan desa (periphery), sehingga tak ada disparitas pembangunan antar wilayah. Tujuannya agar terjadi distribusi kesejahteraan dan kemakmuran yang merata bagi masyarakat. Dasar teori ini berasal dari pemikiran ekonomi Karl Marx (bapak ekonomi sosialis, 1818-1883), tentang Sosialisme yakni pemerataan kesempatan pemilikan antara kelas borjuis (pemilik modal) dan kelas proletar (pekerja).
Hendrik-Vanath yang sebentar lagi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku, harus memahami betul dua pendekatan teori pembangunan tersebut. Sebab di Maluku, masih banyak daerah yang berstatus periphery (pinggiran) dari segi pembangunan fisik, sumber daya manusia, maupun ekonomi.
Misi LAWAMENA yang terjabarkan dalam Sapta Cita (tujuh cita), nampaknya juga bertumpu pada paradigma pertumbuhan dan pemerataan ekonomi;
1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat (good governance and public service).
2. Pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran (pro poor and unemployment).
3. Memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas.
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur untuk memperlancar konektivitas antar dan intra wilayah.
5. Pengelolaan lingkungan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengeloaan sumber daya alam yang sustainable (etis, responsif, akuntabel).
6. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan. Serta pemberian insentif bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dan membuka aksesibilitas pasar untuk mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah.
7. Penataan dan revitalisasi lembaga sosial kemasyarakatan, dalam semangat hidup orang basudara, berbasis adat budaya dan kearifan lokal, serta ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum.
Mari kita ulas berbagai misi tersebut. LAWAMENA menempatkan problem internal pemerintahan pada posisi pertama. Ini penting. Sebab good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) adalah jantung keberhasilan pelaksanaan visi-misi dan berbagai janji kampanye. Birokrasi adalah mesin pelaksana program pimpinan politik pemerintahan yang harus di-set up secara baik.
Patologi birokrasi (penyakit birokrasi) ada pada mentalitas birokrat yang masih terjebak dalam budaya korupsi, kolusi nepotisme. Birokrat di Maluku harus didesain mengikuti semangat reformasi birokrasi, yakni profesional, berkualitas, terbuka, anti korupsi dan melayani masyarakat. Aparatur birokrasi mesti dijauhkan dari hasrat untuk memperkaya diri dan keluarga (rent seeking).
Untuk mendapatkan birokrasi yang handal, saran kami, wajib kirannya gubernur dan wakil gubernur melakukan asesment terbuka (open assessment) agar dapat mengecek kualitas dan rekam jejak para birokrat yang nantinya akan mengisi posisi pimpinan OPD. Publik harus diberikan ruang untuk menilai dan memberi input soal profil dan sepak terjang calon pimpinan OPD tersebut.
Gubernur Hendrik Lewerisa dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath tidak boleh terjebak dalam sentimen primordial dan ego personal. Sudah saatnya membuang paradigma lama, yang menjadikan aparatur birokrasi sebagai sapi perah politik dan kepentingan proyek semata.
Jangan ada lagi fenomena ABS (asal bapak senang) dalam kerja-kerja birokrasi. Dilarang keras keluarga atau istri sekalipun mencampuri urusan birokrasi (seperti yang kemarin). Nilai-nilai profesionalisme yang mengedepankan reward and punishment harus menjadi budaya dalam menata birokrasi Maluku. Merit system (sistem karir) dan semboyan the right man on the right place mesti menjadi panduan.
Konsen misi Sapta Cita LAWAMENA berikutnya, mayoritas adalah ada pada problem eksternal pemerintahan. Kemiskinan dan pengangguran menjadi top priority lainnya.
Secara substansi, isu tentang kemiskinan, pengangguran, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan sumber daya manusia adalah setali tiga uang. Ini merupakan issue of humanity (isu kemanusiaan), yang berhubungan dengan community development (pengembangan masyarakat) dan kesejahteraan sosial (social welfare).
Secara teori, pengembangan masyarakat diartikan sebagai proses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hari ini dan masa depan. (Casey, 2025).
Pengembangan masyarakat adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus menerus oleh pemerintah dan segenap warga masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi terpilih, untuk memenuhi segala kebutuhan, demi tercapainya mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat. (Mardikanto, 2009).
Pemerintah wajib menjadi inisiator dalam menggerakan masyarakat. Memfasilitasi berbagai kelompok kepentingan agar mau berpartisipasi untuk mencapai tujuan mereka.
Kunci dari pengembangan masyarakat adalah kebijakan pemerintah yang tepat sasaran dan sesuai need for social achievment (kebutuhan untuk pencapaian masyarakat). Sering kali kebijakan pemerintah tak sesuai dengan kepentingan atau kebutuhan masyarakat, sehingga niatan untuk memberdayakan masyarakat jauh panggang dari api.
Pangkal dari musabab tersebut, kebijakan pemerintah acapkali tanpa berbasis data yang diambil dari aspirasi masyarakat. Tak ada partisipasi masyarakat yang terwadahi dalam musyawarah rembuk pembangunan (Musrembang). Alhasil orientasi kebijakan hanya berbasis proyek rutinitas, jangka pendek (short-term), bukan program pemberdayaan yang sustainable (jangka panjang).
Semua isu yang berkaitan dengan pendidikan, sains, teknologi, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas akan bisa dikerjakan secara baik oleh pemerintahan LAWAMENA, jika kebijakan yang diambil melewati tahapan yang benar, bersumber dari kebutuhan masyarakat, atau setidaknya merujuk pada aspirasi masyarakat.
Pemerintahan LAWAMENA mesti lebih adaptif terhadap lingkungan eksternal yang semakin berubah. Dunia semakin terbuka, lewat kanal media sosial, mata dan telinga masyarakat selalu mengawasi segala kebijakan pemerintah. Mindset kebijakan Hendrik-Vanath harus berbasis bottom up dan mendorong pelibatan masyarakat seluasnya agar kebijakan pemerintah bisa berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Tanpa takut menjadi cemohan nitizen.
Misi Sapta Cipta LAWAMENA berikutnya, berkaitan dengan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Kita akui sebagai daerah yang berbasis kepulauan dan terhubung oleh laut, pembangunan infrastruktur di Maluku masih sangat memprihatinkan jika tidak dikatakan miskin. Ini permasalahan yang kompleks. Rasa-rasanya ruang fiskal Maluku yang terbatas tak akan mampu membiayai berbagai proyek infrastruktur di Maluku yang sangat luas.
Hemat kami, pemerintahan LAWAMENA kedepan harus mempunyai skala prioritas dalam membangun infrastruktur. Misalnya, di tahun pertama dan kedua, pemerintah berfokus membangun infrastruktur kelautan, sesuai corak wilayah kemaritiman, seperti pengadaan tol laut (kapal laut), pembangunan pelabuhan-pelabuhan kecil (dermaga transit) dan jembatan penghubung antarwilayah dan juga desa yang sering kali akses jalan mereka (masyarakat desa) terputus saat air laut mengalami pasang (naik).