banner 728x250

Menelisik Akar Masalah Konflik Negeri Sawai, Masihulan dan Rumah Olat

NEGERI SAWAI
Abdul Mikat Ipaenin, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Negeri Sawai. (ISTIMEWA)
banner 468x60

Oleh: Abdul Mikat Ipaenin

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Negeri Sawai

SERAM Utara Kabupaten Maluku Tengah, Maluku tiba-tiba membara. Warga di wilayah itu terlibat bentrok pada Kamis, 3 April 2025. Pertikaian melibatkan warga Negeri Sawai dan Desa Administratif Masihulan serta Dusun Rumah Olat.

Bentrokan warga memakan korban jiwa dan korban luka juga harta benda. Hidup rukun dan harmonis yang selama ini terbangun diantara warga desa bertetangga itu tercabik akibat konflik.

Lalu apa sebenarnya pemicu bentrokan warga Negeri Sawai dan Desa Administratif Masihulan serta Dusun Rumah Olat?

Melalui tulisan ini dapat diketahui persoalan yang terjadi sebenarnya dan akar konflik antara Negeri Sawai, Desa Administratif Masihulan serta Dusun Rumah Olat.

1. Tapal Batas dan Sengketa dengan Huaulu

Seperti tersengat petir di siang bolong, tidak ada angin tidak ada hujan, Huaulu, negeri yang berada jauh di dataran pegunungan pada tanggal 14 Oktober 2024 melalui pengacara dan penasihat hukumnya Obeth Lohi dan Waldi Hatumena melayangkan surat gugatan kepada Kepala Pemerintah Negeri Sawai dan Saniri Negeri Sawai dengan nomor perkara: 29/Pdt.G/2024/PN Msh.

Adapun dalil-dalil gugatan ialah, bahwa petuanan tanah adat negeri Huaulu keseluruhannya 200.000 hektar dengan batas-batas sebagai berikut;

Sebelah utara berbatasan dengan laut, sebelah selatan berbatasan dengan Lesitoa Tamilouw, sebelah timur berbatasan dengan Wahenama Waekua, sebelah barat berbatasan dengan Wae Salawai, yang saat ini merupakan tanah adat dibawah petuanan Sawai. Dan menggugat negeri Sawai membayar denda sebesar Rp 3.150.000.000 (tiga miliar seratus lima puluh juta rupiah).

Sidang gugatan menghadirkan saksi Yondri Patalatu (Kepala Desa Administratif Masihulan), Agustinus Lapatui (Kepala Desa Administratif Opin), Esli Ipaana, Elis Ilellah dan Christian Pasinau. Sementara negeri Sawai melalui pengacaranya M. Nur Nukuhehe menghadirkan saksi Budiman Maba, Lukman Weno (Sekertaris Desa Administratif Besi), Hasan Ipaenin dan Sahune Maatoke.

Baca juga :  Inspektorat SBT Temukan Tiga Desa Terindikasi Selewengkan Dana Desa

2. Kekecewaan Masyarakat Sawai dan Kesaksian Palsu

Tak ada asap tak ada api, mungkin pepatah ini lebih menyiratkan bahwa masyarakat Sawai kecewa terhadap kesediaan Yondri Patalatu dan Agustinus Lapatui sebagai saksi pada sidang gugatan perdata di Pengadilan Negeri Masohi, beberapa waktu lalu.

Desa Administratif Masihulan dan Opin yang notabene berdiri pada tahun 2016 dengan pelepasan anak dusun masing-masing dari negeri Sawai, pemukiman Masihulan saat ini sebelumnya merupakan lahan dari kebun masyarakat sawai atau dikenal dengan wilayah Mapa, yang hidup damai dan toleransi selama puluhan tahun melalui pernyataannya Yandri Patalatu selaku kepala desa Masihulan memberikan kesaksian yang sangat menggemparkan masyarakat Sawai.

Tidak diduga dalam kesaksiannya Yondri mengatakan bahwa desa Masihulan sebelah timur berbatasan dengan Salawai, sementara secara historis Salawai (objek sengketa) sendiri merupakan tanah adat dibawah petuanan Sawai dan sebelah barat berbatasan dengan Horale. Dalam artian Negeri Sawai dan Negeri Saleman itu hidup dibawah petuanan desa Masihulan. Pernyataan dalam kesaksian itu sangat konfrontatif mengingat Yandri sendiri merupakan kepala Desa Administratif Masihulan.

3. Penolakan Gugatan, Pembakaran Rumah dan Pembabatan Tanaman

Setelah melalui proses persidangan, pada 18 Maret 2025 melalui nomor Perkara 29/Pdt. G/2024 PN Msh, Pengadilan Negeri Masohi memutuskan bahwa gugatan Negeri Huaulu tidak dapat diterima (niet ontvankelijike veklaar) dengan menghukum penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara sebesar Rp 6.461.000 (enam juta empat ratus enam puluh satu ribu rupiah).

Baca juga :  Inspektorat SBT Temukan Tiga Desa Terindikasi Selewengkan Dana Desa

Setelah putusan ini, pada 21 Maret 2025 terjadilah pembakaran beberapa rumah warga masyarakat Sawai. Korban diantaranya Rumah Arsad Bugis yang berada di kawasan Salawai, Paparisa Askam Tuasikal di kawasan Kilo 5, serta pembabatan tanaman produktif seperti cengkeh sekitar 30 pohon dari saudara Wan Tomagola di Kilo 5 dan Amin Rumasoreng di Lakahan. Kejadian ini membuat masyarakat Sawai menjadi sangat marah mengingat kejadian ini pasca putusan Pengadilan Negeri Masohi dan terjadi saat bulan Ramadhan pada 18 Maret 2025 lalu. Polsek Wahai telah menyelidiki kasus ini namun sampai saat ini identitas pelaku belum diketahui.

4. Insiden di Hari Lebaran dan Tragedi 3 April 2025

Masyarakat Sawai sebenarnya menjalani perayaan Idul Fitri dalam suasana sedih, mengingat setelah putusan perkara oleh Pengadilan Negeri Masohi pada 18 Maret 2025 disusul dengan terbakarnya rumah dan pembabatan tanaman produktif oleh pelaku yang tidak diketahui sampai saat ini.

Selanjutnya pada 31 Maret 2025 saat sholat Idul Fitri sekitar pukul 08.00 WIT, beberapa warga dusun Rumah Olat yang hendak datang membeli BBM di Sawai, di mana tidak ada toko atau tempat penjualan BBM yang buka pada saat itu. Beberapa pemuda Rumah Olat ini bersikukuh untuk melewati pos penjagaan maka terjadilah cekcok dan aksi kekerasan ringan oleh warga Sawai.

Ikuti berita sentraltimur.com di Channel Telegram