banner 728x250

2 Warga Adat Sabuai Tak Layak Dipidana, Ini Alasannya

  • Bagikan
warga adat
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Ambon demo di kantor Kejati Maluku, Senin (9/8/2021). Demonstran menolak tahap II terhadap dua warga adat Sabuai yang ditetapkan tersangka oleh Polres SBT. (FOTO: SENTRALTIMUR.COM)
banner 468x60

AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Penetapaan tersangka terhadap Khaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam dua warga adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), harus tinjau oleh penegak hukum.

Dua warga adat ini sangat tidak layak tetapkan sebagai tersangka karena melindungi hutan adat mereka.

Pendapat tersebut sampaikan akademisi  Universitas Pattimura Ambon, Erwin Ubwarin.

Dosen fakultas hukum pidana ini mengatakan, sangat sayangkan apabila masyarakat yang memperjuangkan dan menjaga  lingkungan hidup malah dibungkam pidana.

“Isu hukum yang muncul apakah saudara AS dan KY ini layak sebagai tersangka/terdakwa. Karena mereka berdua bersama masyarakat Sabuai melindungi hutan dari penebangan liar. Yang berakibat rusaknya lingkungan bagi masyarakat Negeri Sabuai. Masyarakat yang memperjuangan lingkuan hidup yang baik tidak boleh di bungkam dengan pidana,” kata Erwin, Senin (23/8/2021).

Penyidik maupun jaksa penuntut umum harus memperhatikan alasan perusakan kendaraan milik CV Sumber Berkat Makmur (SBM).

Direktur CV SBM, Qudaresman alias Yongki merupakan terpidana pembalakan liar di hutan adat Negeri Sabuai.

Menurutnya, karena hutan mereka marak praktik pembalakan liar, keduanya tidak dapat di pidanakan.  

Dia menyebutkan, Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatakan,  “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat di tuntut secara pidana maupun gugat secara perdata”.

Penjelasan Pasal 66 tersebut untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Perlindungan ini untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.

Erwin Dkk Tersangka

Erwin juga berpendapat dengan dasar Pasal 66 menjadi rujukan bagi kejaksaan menghentikan penuntutan perkara pidana oleh JPU. “Mereka berdua (Khaleb Yamarua dan Stevanus Ahwalam) menjalankan apa yang amanatkan Pasal 66,” jelasnya.

Dia melanjutkan, jika dalam Pasal 50 KUHP menyebutkan “barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dapat di pidana”.

  • Bagikan