banner 728x250

2 Warga Adat Sabuai Tak Layak Dipidana, Ini Alasannya

  • Bagikan
warga adat
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Ambon demo di kantor Kejati Maluku, Senin (9/8/2021). Demonstran menolak tahap II terhadap dua warga adat Sabuai yang ditetapkan tersangka oleh Polres SBT. (FOTO: SENTRALTIMUR.COM)
banner 468x60

“Karena mereka berdua menjalankan Pasal 66 UU Lingkungan Hidup, mereka tidak boleh jatuhi pidana,” tegasnya.

Dia katakan, jika JPU tetap memaksakan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri,   majelis hakim dapat menjatuhkan putusan lepas (onslag van recht vervolging) atau putusan bebas (vrijspraak). Alasannya, tidak ada unsur kesalahan dalam perbuatan mereka.

Erwin menjelaskan, surat keputusan ketua Mahkamah Agung Nomor: 36/KMA/II/2013, menerapkan ketentuan Anti SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) sebagaimana Pasal 66 UU RI Nomor 32 Tahun 2009.

“Lawan Illegal Logging.  Jika mereka berdua jatuhi hukuman atas tindakan melindungi hutan, maka akan semakin jauh keadilan,” jelasnya. 

Kejaksaan kata Erwin, harus memenuhi keadilan substantif bagi masyarakat pencari keadilan dan menghentikan  kasus tersebut.

Putusan Ringan Hakim

Pengadilan Negeri Hunimua menjatuhkan vonis ringan terhadap terdakwa pembalakan liar Imanuel Quedarusman alias Yongki, Direktur CV Sumber Berkat Makmur.

Terdakwa hanya vonis dua tahun penjara dan hukuman membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Oleh JPU terdakwa hanya di tuntut 1 tahun 2 bulan penjara.

Vonis hakim dan tuntutan JPU yang ringan menuai kecaman masyarakat adat Sabuai. Karena jauh dari rasa keadilan. Sebab tindakan terdakwa merusak hutan dan menyebabkan bencana banjir di Sabuai.

Menurut Erwin, JPU telah mengajukan banding atas putusan hakim terhadap Imanuel Quedarusman. “Tergantung dari hukuman (terdakwa) sebagai subjek hukum orang atau badan hukum. Tentu kita menunggu putusan Pengadilan Tinggi memutuskan karena JPU telah menyatakan banding,” imbuh Erwin. (DNI)

  • Bagikan