banner 728x250

Pasca Putusan MK, Pengamat: Poros Baru Potensi Muncul di Pilkada Maluku

  • Bagikan
PUTUSAN MK
Pengamat Politik Universitas Pattimura, Said Lestaluhu. (ISTIMEWA)
banner 468x60

AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD sudah bisa mengusung bakal calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024, meski dengan syarat tertentu.

Ini setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait ambang batas pencalonan kepala daerah yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa (20/8/2024).

Putusan ini diketok MK sepekan jelang pendaftaran Pilkada 2024. Putusan ini tentu saja akan berdampak dan mempengaruhi konstelasi politik yang saat ini sudah terbangun. Khususnya parpol yang memiliki figur, namun terkendala jumlah syarat kursi di DPRD.

Pengamat Politik Universitas Pattimura Said Lestaluhu menilai putusan MK ini memberikan peluang besar kepada parpol maupun calon terlibat dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024. Demokrasi akan makin berkembang dengan putusan MK ini.

“Sudah tentu konstelasi politik akan bergerak setelah putusan MK ini, termasuk di Maluku,” kata Said kepada sentraltimur.com, Rabu (21/8/2024).

Menurut wakil dekan II Fisip Unpatti ini sebelum putusan MK arah dukungan dan koalisi partai-partai politik di Maluku menghadapi Pilkada serentak nyaris mengikuti konstelasi politik nasional. Poros Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan PDIP membentuk poros sendiri. “Irama formasi pencalonan ini mengikuti konstelasi politik di tingkat nasional, ada yang mengikuti KIM dan juga PDI tapi setelah putusan MK ini berubah,” jelas Said.

Dengan putusan MK tersebut, partai-partai nonkursi di Maluku punya peluang membentuk poros baru atau bergabung dengan partai politik yang telah mengusung calon kepala daerah.

Begitu pun Partai NasDem, Golkar dan PPP yang belum mengeluarkan rekomendasi berpeluang mengusung calon sendiri untuk membentuk poros baru di Pilkada Maluku. “Ada potensi itu karena putusan MK memberikan ruang untuk partai politik maupun kandidat yang memiliki elektabilitas untuk melakukan langkah-langkah politik,” katanya.

Di Pilgub Maluku telah terbentuk tiga poros, yakni PAN, Partai Demokrat, PKS dan PKB yang mendukung pasangan Murad Ismail-Michael Wattimena. Berikut poros PDIP-Hanura yang mengusung Jeffry Apolly Rahawarin-Abdul Mukti Keliobas.

Terakhir poros Gerindra dan Perindo mendukung Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath. Menyusul PPP yang kabarnya akan bergabung bersama koalisi pendukung Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath.

Poros yang telah terbentuk menurut Said bisa saja bergeser dan komposisi calonnya berubah bila ada partai pengusung yang kembali melakukan kalkulasi ulang untuk mengukur potensi kemenangan dan juga kelemahan.

Sejumlah figur seperti Barnabas Orno, Said Latuconsina, Febry Calvin Tetelepta, Ramly Umasugi sebelumnya diprediksi gagal dicalonkan bisa kembali berpeluang maju di Pilkada Maluku. “Partai-partai sudah mengeluarkan rekomendasi. Tersisa Golkar dan NasDem, pengurus di daerah bisa meyakinkan DPP dengan putusan MK itu untuk mencalonkan kadernya sendiri atau mengusung figur lain,” jelasnya.

Said bilang kontestasi selalu ditentukan dalam sebuah kompetisi sehingga apabila dalam kompetisi ada banyak calon, akan banyak alternatif pilihan bagi masyarakat. Dengan banyak calon di Pilkada Maluku, masyarakat punya pilihan melakukan penilaian terhadap pasangan calon. Pemilih juga bisa mempelajari visi misi para calon plus ide dan gagasan mereka untuk membangun Maluku.

“Sebelum putusan MK yang syaratnya 20 persen kursi parlemen, figur potensial dan punya popularitas tinggi, punya kapasitas manajerial tapi karena tidak punya logistik (uang) dan tidak didukung partai (pemilik kursi) tereliminasi, tapi sekarang mereka berpeluang untuk ikut karena syaratnya semakin mudah,” jelas Said.

Selain berimplikasi di Pilkada Maluku, putusan MK juga berpotensi merubah konfigurasi pasangan calon di Pilkada kabupaten kota di Maluku. Sebab banyak kader partai berkeinginan maju, namun syarat dan regulasi yang ketat membuat mereka tak bisa maju.

“Masih ada kemungkinan partai-partai buat poros sendiri karena partai mencetak kaderisasi untuk mempersiapkan kadernya menjadi pejabat publik, jika memenuhi syarat pasti mereka akan berupaya untuk itu,” ceplos Said.

Dia mengapresiasi putusan MK yang telah membuka ruang sebesar-besarnya tak hanya bagi partai-partai kecil atau nonkursi parlemen, namun juga untuk figur potensial lainnya bisa tampil di Pilkada. “Selama ini prosesnya menghambat demokratisasi di seluruh Indonesia. Saat ini kita bersyukur karena ada langkah progresif yang dibuat MK. Dengan putusan MK ini tak ada lagi dominasi karena semua punya peluang untuk mengusung calonnya,” jelas dia.

Meski MK telah memutuskan, namun masih menunggu keputusan pemerintah memberlakukan putusan MK mengingat pendaftaran pasangan calon di KPU sudah semakin dekat. “Seharusnya putusan MK tersebut bisa langsung dieksekusi untuk Pilkada Serentak 2024,” kata Said.

Isi Putusan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah oleh lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa (20/8/2024). Dalam putusannya, MK mengurangi syarat minimal ambang batas parpol bisa mengusung kandidat di pilkada.

Meski tidak menjadi pokok permohonan, MK menyatakan Pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada inkonstitusional. Beleid itu mengatur ambang batas bagi partai atau gabungan partai dalam mengusung kandidat, yakni minimum 20% jumlah kursi atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam DPRD.

  • Bagikan