banner 728x250

MK: Pilkada 2024 Rugikan Kepala Daerah Hasil Pemilihan 2020

  • Bagikan
Tiga hakim Mahkamah Konstitusi menilai kepala daerah terpilih hasil pemilihan 2020 dirugikan atas berlakunya Pilkada Serentak 2024. (FOTO: ISTIMEWA)
banner 468x60

JAKARTA, SENTRALTIMUR.COM – Tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menilai kepala daerah terpilih hasil pemilihan 2020 dirugikan atas berlakunya Pilkada Serentak 2024. Sebab, masa jabatan mereka terpotong dari lima menjadi empat tahun.

Ketiga hakim itu adalah Suhartoyo, Manahan Sitompul dan Arief Hidayat. Mereka memberikan masukan perihal kedudukan hukum para pemohon atas pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

BACA JUGA:

Lantik Dekan Fisip Unpatti, Rektor: Jadilah Pemimpin Rendah Hati – sentraltimur.com

Stok Aman, Kemendag Stabilkan Harga Minyak Goreng – kliktimes.com

“Mereka yang seharusnya kehilangan masa jabatan tidak full (penuh) adalah (kepala daerah) yang di lantik pada 2020,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Suhartoyo pada sidang pemeriksaan perkara di Gedung MK, Jakarta, Senin (10/1/2022).

Permohonan pengujian UU Pilkada ajukan oleh Bartolomeus Mirip sebagai pemohon I.

Bartolomeus pernah mencalonkan diri sebagai Bupati Intan Jaya, Papua, pada 2017 dan kembali ingin mencalonkan diri pada pilkada 2022. Namun, terhalang aturan Pasal 201 ayat 7 dan ayat 8 UU Pilkada yang mengatur pilkada serentak pada November 2024.

Kemudian, pemohon II adalah Makbul Mubarak. Makbul merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih pada Pilkada 2020.

Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Manahan Sitompul meminta pemohon lebih mengelaborasi kerugian konstitusional atas berlakunya pasal-pasal yang ujikan untuk memperkuat kedudukan hukum.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan ketentuan dalam pemilu dan pilkada merupakan kewenangan pembuat undang-undang atau open legal policy.

Pemilu & Pilkada Dua Rezim Berbeda

Arief menjelaskan Mahkamah pada putusannya berpendapat pemilu dan pilkada adalah dua rezim berbeda. Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, terang Arief, menyebutkan rezim pemilu secara normatif tentukan lima tahun sekali.

  • Bagikan