“Ambil misal, APBD 2022 sudah selesai di evaluasi dan dibahas oleh DPRD bersama Pemprov. Selanjutnya dibawa ke Kemendagri dan Kemenkeu untuk evaluasi hasilnya. Kemudian dikembalikan ke DPRD untuk dilihat item yang harus dievaluasi. Berikut pencatuman nomor dan ditetapkan sebagai APBD murni baru kemudian diberikan langkah berikutnya,” kata politisi PPP ini menjelaskan.
Namun yang terungkap, MBD tidak dianggarkan sehingga tidak seharusnya dilakukan. Lain halnya jika kegiatan tersebut menjadi kebutuhan dan perlu pergeseran anggaran, harus dijelaskan pos anggaran yang akan dipindahkan.
Dia melanjutkan, yang dibutuhkan DPRD Maluku adalah transparansi, bukan mencari-cari kesalahan dari eksekutif.
“Berbicara tentang transparansi jangan berpikir (anggota DPRD) sementara mencari-cari kesalahan orang lain. Sampai hari ini masih banyak pekerjaan di luar APBD, namun tidak tercatat sebagai hutang. Tentunya ini menyalahi regulasi,” tegas Rovik. (ADI)