AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku menahan Meiskal Saiya dan Alfredo Manusama, tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan talud pengendalian banjir di Kabupaten Buru.
Keduanya ditahan di Rutan Ambon usai menjalani pemeriksaan di kantor Kejati Maluku, Jl. Sultan Hairun, Ambon, Senin (28/10/2024) pukul 20.20 WIT. Sebelum ditahan, Meiskal dan Alfredo menjalani pemeriksaan sebagai saksi dan ditetapkan sebagai tersangka.
Meiskal merupakan mantan Sekretaris Dinas PUPR Maluku. Dalam proyek tersebut Meiskal sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Alfredo selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas PUPR Maluku.
Asisten Tindak Pidana Khusus Triono Rahyudi melalui Kepala Seksi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy menjelaskan proyek pembangunan prasarana pengendali banjir di Kabupaten Buru yang bersumber dari dana pinjaman PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) tahun 2020.
Proyek dianggarkan melalui Bidang Bina Marga dan Bidang Cipta Karya pada Dinas PUPR Maluku dengan nilai kontrak Rp14.700.000.000. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan ahli, terdapat kekurangan volume beberapa item pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kerugian negara dalam proyek tersebut. Perhitungan BPKP Maluku kerugian negara sebesar Rp 1.023.870.488.
“Hasil pemeriksaan, tim penyidik Pidsus Kejati Maluku sekitar pukul 16.30 WIT resmi menetapkan AM dan MS sebagai tersangka,” jelasnya.
Mengantisipasi keadaan yang dapat menimbulkan kekhawatiran, tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, maka berdasarkan Surat Perintah Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, para tersangka ditahan di Rutan Klas IIA Ambon. “Penahanan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 28 Oktober 2024 sampai dengan 16 November 2024,” sebut Ardy.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dan subsidiair: Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana.
Pinjaman SMI
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah bentuk respons pemerintah untuk membantu pemerintah daerah yang harus melakukan realokasi dan refocusing anggaran demi menanggulangi dampak pandemi.
PT SMI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) di bawah koordinasi Kementerian Keuangan, diberikan mandat untuk membantu pemerintah dalam melakukan penyaluran dana PEN.
Untuk PEN pada tahun 2020, dari total alokasi yang disediakan sebesar Rp20 triliun, PT SMI telah memberikan dukungan dengan total nilai komitmen sebesar Rp 19,1 triliun untuk 28 Pemda, diantaranya Provinsi Maluku.
Penyaluran pinjaman PEN Daerah tersebut bertujuan untuk kembali memenuhi kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur daerah pasca realokasi APBD bagi penanganan pandemi Covid-19 di daerahnya.
Untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi corona di era pemerintahan Murad Ismail sebagai gubernur, Pemerintah Provinsi Maluku mendapatkan dana pinjaman dari PT. SMI sebesar Rp700 miliar.
Namun peruntukan dana pinjaman itu nyaris tidak menjawab kebutuhan daerah untuk pemulihan ekonomi masyarakat. Anggaran ratusan miliar itu banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak berkaitan dengan pemulihan ekonomi di Maluku. (ANO)
Ikuti berita sentraltimur.com di Google News