banner 728x250

Kocak, ORBIT Rilis Survei Abal-abal Rekayasa Elektabilitas Murad-Michael

  • Bagikan
RILIS SURVEI
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Murad Ismail-Michael Wattimena. (ISTIMEWA)
banner 468x60

AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Lembaga survei ORBIT merilis elektabilitas tiga pasangan calon di kontestasi Pilkada Maluku 2024.

Hasilnya, elektabilitas pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Murad Ismail-Michael Wattimena meraih 37,2%, disusul pasangaan Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath 30,7%. Pasangan Jefri Apoly Rahawarin-Abdul Mukti Keliobas diposisi ketiga 23,8%.

Sampel sebanyak 540 orang diambil secara acak menggunakan metode multistage random sampling. Margin of error survei ini adalah ± 3,4% pada selang kepercayaan 95%.

Wawancara terhadap responden dalam rentang waktu 12-19 November 2024 dilakukan melalui telepon.

Elektabilitas Murad-Michail itu juga dipublikasikan sejumlah media online di Maluku, Kamis (21/11/2024).  

Penelusuran sentraltimur.com di jagat maya tidak menemukan jejak digital lembaga survei ORBIT merilis hasil survei Pemilu maupun Pilkada di Indonesia.

Survei ORBIT yang memunculkan elektabilitas 2M -tagline Murad-Michael- unggul dari dua rivalnya juga mengejutkan. Alasannya, ORBIT tidak rutin atau secara teratur merilis hasil survei Pilkada Maluku 2024. Baru menjelang H-6 pencoblosan pada 27 November 2024, ORBIT tiba-tiba merilis survei elektabilitas paslon.

Kredibilitas dan independesi lembaga survei ORBIT perlu dipertanyakan. Hasil survei yang tidak objektif sangat merugikan masyarakat karena dengan begitu tidak memberikan informasi yang valid.

Baca juga :  Membangun Maluku: Cerita dari Telepon Gubernur Terpilih

Hasil survei ORBIT berseliweran di media sosial menuai beragam komentar publik di jagat maya. Banyak netizen yang mentertawakan dan mencibir rilis survei ORBIT.

“Survei ini bentuk kepanikan 2M dekat pencoblosan,” cibir warganet di grup whatsapp, Kamis.

“Hahahaha…. Ini manipulasi elektabilitas 2M,” cuit netizen.

“Paksa menang Pilgub, elektabilitas (Murad-Michael) direkayasa,” timpal netizen di media sosial.

“Survei abal-abal,” cibir netizen lainnya.

Terkait survei abal-abal, guru besar Psikologi Politik, Prof Dr Hamdi Muluk yang juga anggota Dewan Etik Perkumpulan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mengatakan sebenarnya tidak ada masalah dengan survei yang dilakukan atas permintaan pihak tertentu, misalnya, untuk mengetahui bagaimana sentimen publik atas kandidat-kandidat tertentu.

“Itu sah-sah saja, sepanjang lembaga survei yang dipesan tidak melakukan kejahatan-kejahatan akademis, seperti memalsukan data, memalsukan sampling dan seterusnya,” jelas Hamdi.

“Nanti tentang hasilnya terbuka dua kemungkinan, diarahkan pada yang memesan namun bisa juga dirilis ke publik sebagai pegangan untuk, misalnya elektabilitas atau isu-isu yang publik perlu tahu,” imbuhnya mengutip bbc.com/Indonesia.

Partai politik, misalnya, secara teratur melakukan survei untuk pengambilan keputusan seperti strategi kampanye dan penerimaan publik terhadap mereka atau survei yang dilakukan pemerintah maupun kepala daerah tertentu untuk menentukan arah kebijakan.

Baca juga :  Membangun Maluku: Cerita dari Telepon Gubernur Terpilih

Namun menurut Hamdi, studi memperlihatkan publik sebenarnya tidak terlalu mudah untuk dipengaruhi oleh hasil survei, karena publik melakukan penilaian tentang pelaksana survei sehingga, menurut Hamdi publik tidak terlalu mudah untuk disetir.”

“Cuma ketika secara psikologi orang tidak punya penilaian yang firm (tegas) dan melihat ke mana kebanyakan orang memilih, maka dalam kaitan itu pemberitaan survei yang mengatakan seorang kandidat A dipilih lebih banyak bisa mempengaruhi orang-orang yang preferensinya dipengaruhi oleh faktor-faktor konfirmasi sosial.”

Tidak bisa dihindari jika dalam sebuah pemilihan, misalnya, ada kandidat tertentu yang mencoba untuk memesan survei yang hasilnya dipalsukan seolah-olah dia yang akan menang.

Survei pesanan tersebut memang diharapkan bisa mempengaruhi pilihan para publik yang belum punya keputusan, namun pada akhirnya cara itu akan membuat lembaga pelaksana survei jadi tidak kredibel.

  • Bagikan