banner 728x250

Pembalak Hutan Divonis Ringan, Warga Adat Sabuai Adukan Hakim dan JPU

  • Bagikan
Warga adat Sabuai akan melaporkan majelis hakim dan JPU atas putusan ringan terhadap terdakwa pembalakan liar, Direktur CV Sumber Berkat Makmur Imanuel Qudaresman. (FOTO: ISTIMEWA)
banner 468x60

AMBON – Imanuel Qudaresman alias Yongki, terdakwa pembalakan liar hutan adat Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), divonis ringan.

Direktur CV Sumber Berkat Makmur ini hanya diganjar dua tahun penjara dan dihukum membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Hunimua, SBT yang diketuai, Awal Darmawan Akhmad, Selasa (3/8/2021) ini lebih tinggi dari tuntutan JPU 1 tahun 2 bulan penjara.

Tuntutan ringan JPU dan vonis ringan hakim terhadap Yongki dirasakan sangat tidak adil bagi masyarakat adat Negeri Sabuai.

Warga adat Sabuai akan melaporkan JPU Julivia M. Selano ke Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan atas tuntutan ringan 1,2 tahun penjara terhadap terdakwa.

Ketua majelis hakim Darmawan Akhmad juga dilaporkan ke Mahkamah Agung, Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial atas vonis ringan terdakwa.

Perbuatan Yongki merusak hutan merugikan masyarakat adat dan negara serta mendatangkan keuntungan yang besar pada dirinya dinilai sangat tidak sebanding dengan vonis ringan.

“Menurut kami hukuman kepada terdakwa tidak wajar, tidak sesuai dengan perbuatannya, masih  sangat jauh dari rasa keadilan,” kata tokoh adat negeri Sabuai, Oktovianus Tetty didampingi  tokoh pemuda, Yosua Hualam dan warga Sabuai di Ambon, Kamis (5/8/2021).

Dia mempertanyakan pertimbangan hukum JPU yang hanya menuntut Yongki 1 tahun 2 bulan penjara. Menurutnya, dakwaan maksimal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan  yang  mengatur ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Tetapi sangat disayangkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Hunimua sangat rendah. “Tuntutan JPU sangat tidak rasional, tidak mempertimbangkan kerusakan hutan yang terjadi. Aktivitas ilegal logging tentu sangat menyengsarakan kami khususnya anak cucu kami negeri Sabuai di kemudian hari,” tegas Oktovianus.

Tuntutan ringan JPU, jauh dari rasa keadilan yang diperjuangkan oleh masyarakat adat Desa Sabuai. “Kalau memang tuntutan ringan sebaiknya tidak usah diproses dan biarkan Yongki membatat hutan Sabuai sesuka hatinya, sehingga anak, cucu kami akan menanggung akibatnya karena perbuatan terdakwa,” katanya.

Mereka mendesak Jaksa Agung memerintahkan JPU mengajukan banding atas vonis ringan hakim.

Dia berharap dukungan dari masyarakat adat di Maluku menyuarakan ketidakadilan yang dilakukan JPU dan majelis hakim agar apa yang terjadi di Sabuai tidak terjadi di daerah lain di Maluku. (DNI)

  • Bagikan