banner 728x250

Pengangkatan Jasmono Kepala Inspektorat Cacat Prosedur? Sekda Maluku Bilang Begini

  • Bagikan
JASMONO KEPALA
Pengangkatan Jasmono sebagai Kepala Inspektorat Provinsi Maluku diduga cacat prosedur. (FOTO: ISTIMEWA)
banner 468x60

Pengisian jabatan Inspektur Daerah Provinsi Maluku oleh Jasmono seperti “siluman” karena tanpa melalui tahapan seleksi dan tidak transparan. Bukan itu saja, pengangkatan Jasmono dinilai menabrak regulasi. Sebagai Pemimpin Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Provinsi Maluku, Jasmono nihil latar belakang pengetahuan di bidang pengawasan. “Yang menjadi pertanyaan apakah dia (Jasmono) seorang auditor? Tidak, dia bukan auditor,” kata sumber.

Sumber menegaskan, jabatan Inspektur Daerah Provinsi harus diisi oleh pejabat yang merupakan auditor. “Plt Kepala Inspektur Daerah Maluku M. Latuconsina sebelum digantikan Jasmono adalah auditor madya,” ungkap sumber.

GUBERNUR ROMBAK
Gubernur Maluku Murad Ismail melantik puluhan pejabat baru di lingkup pemerintah provinsi Maluku, Selasa (4/4/2023). (FOTO: SENTRALTIMUR.COM)

Karena itu, pengangkatan Jasmono menurutnya melanggar aturan yang berlaku, mulai dari tanpa proses seleksi, tidak transparan dan tidak kompoten menduduki jabatan Kepala Inspektur Daerah Maluku.  “Plt-nya saja auditor madya. Dia (Jasmono) bukan auditor kok malah diangkat sebagai Kepala Inspektur Daerah Maluku,” heran sejumlah sumber.

Melalui Mekanisme Tertentu

Pengisian jabatan inspektur daerah mendapat perhatian khusus. Seleksi untuk memilih pimpinan APIP Daerah ini sesuai peraturan termasuk dalam kategori “tertentu”.
Hal ini demi independensi dan kapabilitas APIP yang lebih baik. Juga agar APIP tidak gampang diganti hanya karena “suasana psikologis” sang kepala daerah.

“Sejak seleksi, pengangkatan sampai dengan pemberhentian seorang Inspektur Daerah, prosesnya harus dalam koordinasi Mendagri untuk Inspektur Provinsi, dan koordinasi dengan Gubernur untuk Inspektur Kabupaten/Kota. Hal ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah Tahun 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016,” kata Direktur Fasilitasi Kelembagaan dan Kepegawaian Perangkat Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Dr. Cheka Virgowansyah dikutip dari laman bpkp.

Karena jabatan inspektur itu adalah salah satu dari lima jabatan yang seleksinya melalui mekanisme “tertentu” atau khusus. Lima jabatan tersebut yakni Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Inspektur, Kepala Dinas Dukcapil, dan Kepala Satpol PP.

Kekhususan perlakuan terhadap seleksi Inspektur Daerah menjadi penting, karena jabatan ini menuntut independensi dan kapabilitas APIP yang harus lebih tinggi. Terutama terkait peran strategisnya di bidang pengawasan. Apalagi, peran APIP ini juga menjadi perhatian dan tuntutan grand design dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).

“Yang tidak kalah penting juga, kekhususan ini untuk menciptakan kondisi bahwa Inspektur tidak gampang diganti hanya karena ‘suasana psikologis’ sang kepala daerah,” tegas Cheka.

Cheka mengatakan semula ada wacana jabatan Inspektur ini setara  dengan posisi Sekda. Namun dalam perkembangannya, wacana tidak terwujud. Sementara, Inspektur dengan APIP-nya memiliki kewenangan pengawasan internal Pemda, termasuk mengawasi Sekda sendiri.

Dengan posisi Inspektur Kabupaten/Kota di bawah Bupati/Walikota, maka untuk menegakkan independensinya, peraturan menegaskan pentingnya kekhususan perlakuan jabatan Inspektur sejak seleksi, pengangkatan sampai dengan pemberhentian. Maka sejak seleksi, Inspektur Kabupaten/Kota harus dikoordinasikan Gubernur.

Demikian juga untuk posisi Inspektur Pemprov yang di bawah Gubernur itu pun harus dalam koordinasi Mendagri. “Selain untuk meningkatkan independensi APIP, penjenjangan koordinasi terkait pengawasan ini juga dapat mendorong keselarasan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota secara nasional,” jelas Cheka.

KPK: Pengangkatan Inspektur Harus Transparan

Setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas PP 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang berisi penguatan aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) atau inspektorat direspon KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai aturan tersebut sudah tepat.

“Betul, itu yang telah disampaikan pada Presiden. Waktu itu telah didiskusikan antara KPK-Kemenpan-Kemendagri,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif tahun 2019 silam.

Dia meminta proses pengangkatan pejabat APIP di daerah atau inspektur pada Inspektorat tingkat provinsi dan kabupaten/kota bisa dilakukan transparan. Tujuannya, agar pelaksanaan fungsi pengawasan bisa maksimal.

“Pesan KPK adalah pengangkatan pejabat APIP harus transparan dan akuntabel serta memiliki integritas tinggi agar mampu melakukan pengawasan dengan baik,” ucapnya dilansir detik.com.

KPK intens merekomendasikan penguatan APIP. Penguatan diharapkan bukan sekadar pada struktur tapi juga kemampuan serta integritas sumber daya manusia di dalamnya.

“Strukur, strategi, sistem anda bisa ubah-ubah dengan gampang di atas kertas seperti PP dan lain-lain itu. Tapi manusianya, keahlian atau skils, staf dan style kepemimpinan sering-sering jadi penghambat. Jadi masih kita akan tunggu ini seperti apa di PP. Tentu KPK akan siap terus men-share value-nya KPK, dalam kaitan membantu meningkatkan tingkatan atau level dari APIP, lewat 9 Korwil KPK yang sudah ada,” jelas dia. (ADI/DTC/RED)

  • Bagikan