Pieter katakan, aksi anarkistis itu terjadi setelah penghitungan suara Pilkades berlangsung. Meski begitu polisi bisa berkesimpulan aksi pembakaran kotak suara dan fasilitas desa itu dilakukan oleh para pendukung calon kepala desa yang kalah dalam Pilkades.
“Kejadiannya setelah penghitungan suara. Itu masih kita dalami (para pendukung calon yang kalah), kita belum bisa ambil kesimpulan,” ujar Pieter.
Pieter pastikan, anggota masih melakukan penyelidikan di lapangan terkait aksi rusuh tersebut. “Nanti setelah anggota selesai bekerja akan kita sampaikan,” ujarnya.
Salah satu tokoh masyarakat Buano Utara, Paman Nurlette menyebutkan pembakaran kotak suara dan fasilitas desa itu oleh massa dari tiga pendukung calon kepala desa yang merasa dicurangi.
“Karena hak konstitusional mereka diamputasi, dirampas oleh panitia Pilkades. Mereka tidak puas sehingga melakukan hal itu,” ujarnya.
Paman membeberkan sejumlah dugaan kecurangan oleh panitia dan BPD, seperti menghilangkan hak suara sekitar 700 warga. Selain itu indikasi penggelembungan suara untuk memenangkan calon kepala desa tertentu. Dan keberpihakan panitia dan BPD terhadap calon kepala desa yang didukungnya.
“Warga sudah protes sebelum pemilihan berlangsung. Sekitar 700 warga tidak bisa menyalurkan haknya karena namanya hilang di DPT Pilkades. BPD dan panitia juga tidak independen, kami punya bukti itu,” ungkapnya.
Paman yang juga kuasa hukum bagi ketiga calon kepala desa yang kalah akan menemui Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat untuk membatalkan hasil pilkades.
“Kita akan minta tidak ada pelantikan. Kami juga meminta perbaiki data pemilih dan Pilkades diulang dan berlangsung demokratis,” tegas Paman. (MAN)