AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Temuan arkeolog mengungkap Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku memiliki posisi penting dan strategis dalam keragaman okupasi manusia prasejarah karena menghubungkan Wallacea Sahul dan paparan Sunda.
“Informasi tentang arkeologi prasejarah Kei belum maksimal, sehingga perlu untuk dikaji lebih mendalam. Ekskavasi perlu dilakukan untuk mengetahui keberagaman okupasi manusia di sana,” kata Arkeolog dari Balai Arkeologi Maluku Lucas Wattimena, Jumat (23/7/2021).
Posisinya strategis karena menghubungkan Wallacea Sahul dan Sunda sebagai bagian dari geografis Asia Tenggara. Kondisi itu menjadi pondasi dasar dalam merekonstruksi kebudayaan di sana.
Banyak peneliti dan arkeolog, tidak hanya dari Indonesia yang tertarik meneliti terkait manusia dan tradisi masa prasejarah di Kepulauan Kei, tapi belum semua informasi dan cakupan wilayah dibahas dari aspek-aspek budaya bendawi.
Balai Arkeologi Maluku pertama kali melakukan penelitian survei potensi arkeologis di wilayah Kepulauan Kei pada 2007.
Saat itu tim survei yang dipimpin Arkeolog Marlon Ririmasse menemukan beberapa tinggalan berciri masa megalitikum (zaman batu besar).
Sembilan tahun setelahnya, penelitian di Kepulauan Kei dilanjutkan dengan mengangkat tema kemaritiman oleh Arkeolog Lucas Wattimena, dan Arkeolog Wuri Handoko dengan isu terkait jejak islamisasi pada 2018.
Hingga 2019, sedikitnya empat kali penelitian dengan isu yang berbeda-beda oleh Balai Arkeologi Maluku di wilayah tersebut.
Penelitian terakhir pada Maret 2019 arkeolog menemukan ratusan gambar cadas purbakala.
“Penelitian tentang gambar cadas di Kepulauan Maluku belum memberikan kejelasan tentang bagaimana hubungan gambar tersebut dengan manusia pendukungnya, baik dari sisi pengetahuan, teknologi maupun kosmologi masyarakat,” ujar Lucas.
Dia katakan, jika dilihat dari potensi arkeologis di Kepulauan Kei dari sisi tinggalan budaya dan jejak sejarah, perlu ditinjau lebih mendalam dalam. Terutama rekam budaya dan tradisi manusia prasejarah, dan pengaruhnya hingga masa kini.
Selain itu, penanggalan terhadap gambar-gambar cadas juga perlu dilakukan untuk mengetahui kronologi pasti masa okupasi manusia di masa lalu, dan hubungannya dengan peradaban saat ini.
“Secara geografis wilayah tersebut menghubungkan pulau-pulau di Seram Timur, berhadapan dengan Laut Banda, dan Papua Barat bagian Selatan, bisa jadi semua ada kaitannya,” kata Lucas. (ANT/RED)