TERNATE, SENTRALTIMUR.COM – Kementerian ESDM dituntut merevisi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP). Jika tidak, desa-desa di Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, berpotensi terancam ruang hidupnya oleh pencaplokan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tambang.
Tuntunan ini disuarakan mahasiswa tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Halmahera Selatan (Halsel) menggelar aksi demonstran saat kunjungan empat menteri ke kawasan industri pertambangan di Pulau Obi, Rabu (23/6/2021).
Ketua Umum PMII Halsel, Muhlis Usman dalam orasinya menyatakan, berdasarkan data di peta (one map) Indonesia, sebagian besar Pulau Obi berada pada WUP.
Sesuai pasal 1 ayat 30 UU No 3 tahun 2020 menyebut WUP adalah bagian dari Wilayah Pertambangan (WP) yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dana atau informasi geologi.
Dengan demikian, desa-desa di Obi berpotensi terancam ruang hidupnya oleh pencaplokan IUP Tambang.
Menurutnya, status WUP di Obi, perusahaan domestik maupun international bisa mengurus IUP kaplingan tambang.
Data yang dihimpun sementara, terdapat IUP produksi baik itu IUP mineral logam/nikel seperti IUP produksi PT Obi Anugrah Mineral, IUP PT Intim mining Sentosa, IUP PT Jikodolong Mega Pertiwi, IUP PT Obi Putra Mandiri, IUP PT Aligafari Wildan Sejahtera, IUP PT Wanatiara Persada, IUP PT Rimba Kurnia Alama, IUP PT Trimega Bangun Persada, IUP PT Gane permain Sentosa, IUP PT Bela Kencana, IUP PT Bela Sarana Permai, maupun IUP emas seperti IUP PT Amasing Tabara.
Dengan banyaknya IUP produksi tambang, masyarakat Obi berpotensi terkena rantai penyingkiran oleh industri pertambangan.
“Kalau Pulau Obi mau dijadikan industri pertambangan misalnya, masyarakatnya yang berbasis tani dan nelayan mau diapakan?,” katanya.