Pansus juga menemukan PT. BPT ditunjuk sebagai pengelola ruko pasar Mardika tanpa melalui proses tender. Kejanggalan lain, perjanjian kerjasama itu ditandatangani oleh Murad Ismail yang saat itu menjabat Gubernur Maluku. Seharusnya cukup ditandatangani kepala BPKAD selaku KPA atau kepala Bidang Aset di BPKAD sebagai PPK.
PT BPT tidak memasukan uang jaminan pelaksanaan dari total nilai investasi kerjasama pengelolaan aset daerah sebesar Rp 59 miliar. Nilai kerjasama itu harus disetor ke Pemprov Maluku melalui kas daerah. Mirisnya, PT. BPT menarik biaya sewa dengan nilai bervariasi dari pelaku usaha yang penyewa ruko tanpa dasar hukum. Tarif sewa begitu tinggi hingga penyewa ruko mengeluh.
Terungkap pula perjanjian kerjasama pemanfaatan pengelolaan pasar Mardika, nomor 21 tanggal 12 Juli 2022, antara M. Franky Gaspary Theopilus alias Kipe bertindak untuk dan atas nama PT. BPT dengan Murad dibuat dihadapan Notaris Ira Sudjono dan tercatat pada akta nomor 2 tanggal 10 Mei 2022.
Pelbagai kejanggalan itu muncul indikasi kongkalikong antara Murad dan PT BPT menyebabkan kerugian keuangan daerah. Patut diduga perjanjian tersebut terindikasi kolusi dan korupsi. (ANO)
Ikuti berita sentraltimur.com di Google News