Alasannya, dapur umum menggunakan beras bantuan dari pelbagai instansi pemerintah/swasta, organisasi kemasyarakatan maupun pribadi yang disimpan di kantor kelurahan Rijali. Jumlah bantuan beras tersebut lebih dari empat ton. Bantuan yang diberikan pun beragam, mulai dari beras, sembako, selimut, tikar, makanan, susu dan lainnya.
“Apakah memang seperti itu (gunakan beras bantuan) atau Pemda tidak menganggarkan beras dan sembako untuk dapur umum melayani makan pengungsi,” ujar sejumlah pengungsi.
Menurutnya dengan banyaknya bantuan beras, seharusnya pengungsi tidak dijatahi makan hanya dua hari dalam sehari. “Dapur umum mengambil beras bantuan untuk pengungsi. Tapi kenapa pengungsi hanya diberikan makan dua hari sekali,” heran mereka.
Pengungsi semakin heran, porsi makan yang diberikan dapur umum sangat sedikit untuk ukuran orang dewasa. Dan makanan yang disajikan kerap tidak layak dikonsumsi.
“Jatah makan cuma dua kali, porsi makan juga sedikit. Menu makanan yang disajikan seadanya. Contoh hari ini hanya nasi, dan sayur tanpa lauk. Kami ini sudah susah, dengan menu makanan seperti itu, belum tentu dapat menjamin kesehatan kami selama tinggal di lokasi pengungsian,” ungkap pengungsi.
Mereka berharap, insiden kebakaran ini tidak dijadikan lahan bagi oknum-oknum Pemda yang ditugaskan melayani pengungsi selama masa tanggap darurat untuk mencari keuntungan pribadi.
“Kebakaran yang terjadi ini tidak kami inginkan. Kami menderita, beberapa pengungsi hanya tersisa pakaian di badan. Kami tidak menuntut banyak, kami hanya berharap sebagai aparatur pemerintah bekerja dan layani kami yang layak,” tegas pengungsi. (MAN/ADI)