AMBON, SENTRALTIMUR.COM – Pemerintah menunda jadwal pelantikan kepala daerah yang semula diagendakan pada 6 Februari 2025.
Penundaan ini setelah Mahkamah Konstitusi menerbitkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2025 menggantikan PMK Nomor 14 Tahun 2024.
Dalam regulasi terbaru itu, jadwal pembacaan putusan dismissal oleh MK dimajukan dari semula tanggal 11 hingga 13 Februari menjadi 4 dan 5 Februari 2025.
Putusan dismissal untuk 310 perkara pemilihan kepala daerah yang telah diregistrasi.
Putusan dismissal akan menentukan perkara sengketa Pilkada yang akan dilanjutkan ke tahap pembuktian dan perkara yang dihentikan.
Rencananya, daerah yang diputus dismissal akan dilantik bersama dengan kepala daerah yang tanpa sengketa di MK.
Perkara yang dihentikan ini akan menjadi dasar KPU daerah masing-masing untuk menetapkan paslon yang memenangkan pilkada.
Paslon yang telah ditentukan ini pelantikannya akan digabung dengan pilkada non sengketa MK sebanyak 297 gubernur, bupati/walikota.
Terkait penundaan pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada serentak tahun 2024, Ketua DPRD Maluku Benhur George Watubun angkat bicara.
Benhur mengusulkan Presiden Prabowo Subianto melantik kepala daerah bersamaan setelah seluruh proses sengketa Pilkada di MK dilaksanakan.
Usulan Benhur ini berkaitan dengan penghematan anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang berisi tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.
“Pelantikan sebaiknya dilakukan serentak setelah seluruh gugatan di MK rampung. Ini juga dalam semangat Inpres tersebut,” kata Benhur kepada pewarta, Jumat (31/1/2025).
Rencana pemerintah melantik kepala daerah secara bertahap, justru tidak menghemat tapi pemborosan anggaran. Menurutnya seremoni seperti pelantikan malah menguras banyak anggaran.
“Daripada pelantikan dilakukan lebih dari sekali, itu pemborosan anggaran. Pejabat terima enaknya saja, kasihan staf-staf dibawah yang susah. Mereka harus menyiapkan ruangan, mobilisasi tamu undangan, siapkan kelengkapan untuk pelantikan yang diharapkan berjalan dengan baik. Justru itu berkonsekuensi terhadap anggaran,” ujar Benhur.
Karena itu dalam semangat Inpres 1 tahun 2025 tidak cocok lagi dengan kebijakan Prabowo yang menekankan efisiensi anggaran.
“Jadi usulan saya, sebaiknya pelantikan ditunda hingga seluruh sengketa di MK selesai. Dilantik bersamaan, serentak karena ini sesuai dengan semangat Presiden tentang penghematan anggaran,” kata Ketua DPD PDIP Maluku ini.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan pelantikan akan dilaksanakan sekitar 17-20 Februari 2025. Perkiraan tersebut didasari pada perhitungan yang sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Menurut Tito bila berdasarkan pada ketentuan tersebut, setidaknya dibutuhkan 12 hingga 14 hari untuk melakukan pelantikan kepala daerah terpilih terhitung sejak ketetapan hasil perolehan suara Pilkada oleh KPU atau sejak pembacaan ketetapan dismissal oleh hakim bagi daerah yang sengketa pilkadanya tidak dilanjutkan oleh MK.
“12 sampai 14 hari kalau dihitung semenjak tanggal 5 Februari putusan (dismissal), artinya kira-kira (pelantikan) tanggal 17, 18, 19, atau 20 Februari,” kata Tito dalam konferensi pers di Kementerian Dalam Negeri, Jumat (31/1/2025).

Menurut Tito, pemerintah awalnya hendak menggelar pelantikan tahap kedua bagi kepala daerah terpilih yang gugatan atas kemenangannya ditolak MK lewat putusan sela atau tidak berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Namun, Presiden Prabowo Subianto meminta agar pelantikan tahap pertama dan kedua tersebut digabung jadi satu. “Beliau berprinsip bahwa kalau memang jaraknya enggak terlalu jauh (waktunya), untuk efisiensi sebaiknya satukan saja (pelantikan) antara yang non sengketa dengan yang (hasil putusan) dismissal,” ujarnya.
Hemat Anggaran
Usulan Benhur pelantikan kepala daerah dilakukan sekali atau serentak setelah sengketa Pilkada rampung di MK terkait kebijakan Prabowo yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025.
Inpres tentang efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 itu ditujukan kepada Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, bupati, dan wali kota.